Senin, 27 Mei 2013

Taman Bunga Abadi Di Ketinggian Garut




"udah lu nginep di mesjid aja, udah malem, hehehe.
Cikuray atau Papandayan??" _ sms dari bang usep 01:33 WIB.

Sebuah pesan singkat yang datang pada tengah malam, dimana kami semua sedang berada di mesjid dekat terminal Guntur - Garut, sedikit meledek, tapi pertanyaan yang singkat, yang menemani kami di awal perjalanan kali ini.

Ya, tak pernah bosan kami selalu dan selalu berpetualang, ini adalah jalan kami, ini adalah cara kami merasa lebih dekat dengan alam. Kali ini Gunung Papandayan jadi destinasi kami, Gunung yang memiliki ketinggian 2265mdpl ini masih mengepulkan asap tebal dengan aroma belerang yang menyengat.

31 Maret 2013
Kami tiba di terminal Guntur - Garut setelah perjalanan selama lebih kurang enam jam dari kota Jakarta. Kami sempat beristirahat sejenak di sebuah mesjid yang terletak tak jauh dari situ, sambil menunggu agar harga mobil untuk menuju Cisurupan bisa di nego, karena kami melakukan perjalanan kali ini bertepatan dengan libur sekolah :(, harga normal dari terminal Guntur Menuju Cisurupan biasa di patok Rp 5000, tapi berhubung kali ini musim liburan dan berhubung sudah tengah malam, jadi terpaksa kami harus merogoh kocek sebesar Rp 10000. Tiba di Cisurupan kami harus melanjutkan menuju Pos pendakian Gunung Papandayan dengan menggunakan mobil bak, seperti biasa harga sudah naik 2 kali lipat dari harga normal.

Akhirnya kami tiba di Pos pendakian Gunung Papandayan, segera kami mendirikan satu tenda untuk Melati dan Upi. Saya, Bayu(Thupay), Iwank, Dimas, Tahta, Alfian dan Arya masih bisa beristirahat dibawah indahnya langit berbintang dengan diselimuti dingin yang sangat menusuk tulang.

Camping Ground Pos pendakian
Asap yang keluar dari kawah Gunung Papandayan
Sarapan pagi :)

 Satu nesting mie dirasa cukup untuk kami semua sekedar mengganjal perut sebelum melakukan pendakian pagi hari ini. Tepat pukul 07:24 kami berjalan menuju Pondok Salada setelah melakukan registrasi terlebih dahulu, cuaca yang sangat mendukung menjadi awal perjalanan kami. Gunung papandayan memang tidak terlalu tinggi dan juga treknya yang tidak terlalu sulit untuk dilalui. Tapi selain treknya yang ramah bagi para pendaki, disini juga tidak kalah menarik bagi para wisatawan dan punya sisi yang baik untuk direkomendasikan.

Sempat berpikir untuk mencoba melewati jalur lain, jalur yang cukup menantang dengan trek yang terjal melewati hutan mati, tapi Saya urungkan niat itu, karena Saya ingin melihat kawah Gunung Papandayan dengan jarak yang sangat dekat. Jalur pendakian cukup ramah dan sangat landai, tapi kita tetap harus berhati-hati dan selalu waspada :)

Kumpulan asap dari kawah Gunung Papandayan
Asap tebal dan bau belerang yang menggangu pandangan kami
Trek yang landai menuju Pondok Salada

Akhirnya setelah berjalan selama lebih kurang tiga jam, terlihat ribuan bunga edelweiss yang sangat khas dari Gunung Papandayan, kami sampai di sebuah Camping Ground atau Pos yang biasa disebut Pondok Salada. Disini adalah tempat kami untuk mendirikan tenda sebelum Summit attack pada hari yang sama. Sudah Saya duga bahwa kali ini pasti banyak sekali pendaki yang datang ke sini, itu di buktikan dengan sudah banyaknya tenda yang berdiri di Pondok Salada, sampai - sampai kami harus dengan cermat memilih lahan yang masih tersedia untuk mendirikan tiga buah tenda.

Kami istirahat sejenak sebelum melakukan Summit attack menuju puncak Gunung Papandayan, karena tidak di rekomendasikan untuk melihat matahari terbit di puncak Gunung Papandayan pada pagi hari. Jadi, kami melakukan Summit Attack pada hari yang sama. Disini kita tidak perlu khawatir kehabisan air, karena sumber air di Pondok Salada terbilang cukup melimpah. Kami sempat beristirahat untuk mengumpulkan stamina yang hilang selama perjalanan menuju Pondok Salada tadi, setelah waktu yang dirasa cukup kami pun bersiap untuk melakukan Summit Attack, dengan hanya membawa satu daypack berisi air dan logistik.

Belum kami berjalan sedikitpun dari tenda kami, cuaca yang cerah tiba-tiba berganti dengan segera menjadi kelabu, di sertai kabut dan hujan yang mengguyur Hutan mati dan jalur pendakian menuju Tegal Alun. Kami sempat ingin menunda perjalanan dan melanjutkannya esok hari, tapi saya berharap hari ini kita menjejakan kaki di puncak Gunung Papandayan. "ya Allah, ijinkan kami melanjutkan perjalanan hari ini", doa Saya kepada yang kuasa, agar kita bisa melanjutkan perjalanan. Alhamdulillah, kabut yang semula sangat pekat menutupi Hutan mati dan Jalur menuju Tegal Alun, perlahan mulai reda dan kembali seperti semula.

Segera kami lanjutkan perjalanan ini,karena waktu sudah menunjukan pukul 13:47, melewati jalur pipa air yang terendam memaksa kami untuk berhati-hati di awal perjalanan menuju puncak. Trek yang becek dan licin menjadi teman kami untuk berjuang menuju Tegal Alun, serta indahnya panorama Hutan mati yang indah membuat kami berkali-kali berhenti untuk berpose ria :)


Hutan mati
Berpose ria dengan para sahabat :)
Di tengah perjalanan, Melati tertunduk lemah dengan nafas yang tersengal-sengal. "bar gw engapp banget", Saya baru ingat bahwa hujan baru saja mengguyur Gunung Papandayan, itu menimbulkan kadar gas amonia yang berlebih pada tanah yang kami injak, karena tanah di hutan mati adalah tanah putih yang mengandung belerang. Tentu saja dapat menyebabkan sesak dan nafas yang tersengal-sengal, karena hujan mengandung kadar asam, dan asam itu akan mengikat belerang (Sulfur) ke udara dan membuat oksigen disekitar kami tercemar.

Saya pun meminta Thupay mengeluarkan tabung Oksigen yang kami bawa, tapi ternyata seluruh P3K tertinggal di tenda kami. Sebuah kesalahan ringan namun fatal akibatnya, Saya pun melepaskan windbreaker yang Melati pakai, agar sirkulasi udara dapat masuk ke tubuhnya secara baik, untung saja perlahan Melati mulai membaik dan mulai terbiasa.

Sempat bertemu sahabat lama kami secara kebetulan, sahabat lama yang dulu bersaing dengan Saya dan Thupay, memburu seluruh gelar Juara kompetisi Panjat tebing, dan akhirnya kami di suguhkan pemandangan indah dan menawan, Tegal Alun. Vegetasi bunga edelweiss terbanyak yang pernah Saya lihat dan tidak di temukan di Hutan Gunung manapun, sekarang saatnya bilang "Subhanallah".

Tegal Alun
Gaya dikit :)

Berpose ria lagi :)

Waktu sudah sangat sore, tapi kami memberanikan diri untuk terus melanjutkan perjalanan menuju Puncak Gunung Papandayan, dengan berjalan menyusuri padang edelweiss yang sangat luas di Tegal Alun, perlahan kami teruskan menuju Puncak. Sejenak kami berfoto dan mengisi persediaan air di Tegal Alun.


Bunga edelweiss di Tegal Alun
Vegetasi lainnnya Di Tegal Alun
jeprat-jepret
Perjalanan menuju puncak tidak begitu sulit, treknya cukup landai, hanya saja kami harus melewati banyaknya pohon tumbang yang melintang di jalur pendakian. Gerimis sempat membasahi tubuh kami, tapi tak menyurutkan semangat kami untuk menuju puncak Gunung Papandayan, Upi sempat kepayahan karena hawa dingin yang memang sangat menusuk tulang, tangannya mulai mati rasa dan itu membuat kami harus menariknya selama perjalanan.

Alhamdulillah, pukul 16:42 kami akhirnya tiba di puncak Gunung Papandayan, walaupun judulnya masih puncak bayangan :D. Kami memutuskan untuk berhenti sampai di puncak bayangan, karena cuaca yang kurang mendukung dan hari yang sudah sangat sore, istirahat sejenak sambil menikmati indahnya Gunung Papandayan dari puncak bayangan. Terlihat Pondok Salada dan Tegal Alun yang begitu menakjubkan, dan sepertinya kami harus segera kembali menuju tenda kami di Pondok Salada.

Puncak bayangan
Tegal Alun terlihat dari Puncak bayangan
PEMULA alias PEndaki MUka LAma

Setelah Sujud syukur kami melanjutkan perjalanan untuk kembali ke Pondok Salada, dalam perjalanan turun kami sedikit disorientasi medan, dikarenakan malam yang telah menyelimuti pandangan kami menuju tenda yang kami dirikan di Pondok Salada, begitu juga kurangnya alat bantu cahaya yang kami bawa. Dengan perlahan tapi pasti, kami berjalan dengan Moving together di tengah gelapnya Gunung Papandayan, dan di Hutan mati kami sempat kehilangan arah karena kondisi hutan yang terlihat sama.

Syukur kami masih bisa menemukan jalan kembali menuju tenda, dan bermalam di Pondok Salada. Esok harinya kami pulang dengan membawa sejuta cerita yang sangat mengesankan di Gunung Papandayan.

Mengibarkan Panji Esacapala
Esacapala lagi Esacapala lagi,,
Ya, inilah kami, dengan segala kekurangan dan kelebihan kami :)

Full team 9 orang
2 kunchen Papandayan (Dimas & Iwank) hahahaaha Piss :)

Terima Kasih :
~ Allah Subhanahu Wata'ala
~ Esacapala
~ Sahabat dan Adik sePerguruan : Bayu (Thupay), Iwank, Dimas, Alfian, Tahta, Arya, Melati dan Upi

Share foto orang ganteng :))

 ~ESCA RVI.028.2006





Senin, 20 Mei 2013

Mencoba Menggapai Atap Jawa Tengah


Hari itu, Kamis 9 Mei 2013 awal dimulainya cerita perjalanan kami menuju Gunung tertinggi ke 2 di Pulau Jawa, yaitu Gunung Slamet yang secara Geografis terletak di 5 Kabupaten (Banyumas, Brebes, Purbalingga, Pemalang, dan Tegal) di Provinsi Jawa Tengah. Secara resmi gunung ini memiliki 6 jalur pendakian. Gunung yang memiliki ketinggian 3428 mdpl ini kami coba tempuh melalui jalur pendakian yang sangat populer di kalangan para pendaki, Jalur Bambangan (Dusun Bambangan, Desa Kutabawa, Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga).

10 Mei 2013
Tak terasa bus yang kami tumpangi sudah hampir tiba di tempat yang kami putuskan, Pasar Segamas, dari sana kami sudah mencarter mobil pick up untuk menuju langsung ke Basecamp Bambangan dengan biaya Rp 25000/orang (maklum karena perjalanan kali ini ada sesepuh yang punya kenalan pribumi :p).

Menuju Basecamp Bambangan

Pukul 13:00 Tepat setelah kami menjalankan Ibadah sholat Jum'at, kami bersiap untuk berangkat memulai pendakian. Dalam perjalanan kali ini saya tak pernah mengira sebelumnya, bahwa rencana saya untuk kesini sangat ditanggapi oleh para Sahabat tercinta. Total 14 orang yang ikut dalam perjalanan kali ini. 9 orang Lelaki yang penuh kelembutan dan 5 orang Perempuan yang  Perkasa :p

Sebelum kami melakukan pendakian, Mas Didin selaku penjaga Basecamp Bambangan berpesan bahwa untuk perempuan yang sedang berhalangan hanya di perkenankan sampai Pos VII(Samyang Jampang). Tapi Saya tidak sependapat dengan Mas Didin, "Mas, Saya gak bisa enak-enakan sampe puncak sedangkan Sahabat saya gak Bisa ke Puncak. Saya yang tanggung jawab". Dengan sedikit gemetar dan hati yang merasa tidak enak dengan Mas Didin, karena beliau pasti lebih kenal daerah ini daripada kami. "Youwis, kalo gitu ati ati ya Mas, semoga sukses dan bisa sampai puncak semua". Amin, maaf ya Mas-ee :)

Pondok Pemuda (1575mdpl)

"Sebelum kita melakukan pendakian hari ini,mari kita berdoa terlebih dahulu agar perjalanan kita kali ini selalu dilindungi oleh allah subhanahu wata'ala."

Suara Dimas masih sangat lantang, mencoba meresapi doa yang selama ini kita panjatkan. Kami mulai berjalan ke arah kanan melewati ladang penduduk, disana saya sempat menatap tajam pada puncak slamet dan berkata dalam hati, " ya Allah, semoga kami semua dapat melangkahkan kaki di puncak itu dan sekali lagi merasa sangat dekat denganmu"

Belum 30 menit berlalu, tapi Bayu(thupay) sudah terlihat menghentikan langkahnya karena keadaannya yang mungkin kurang fit, dan Rio pun mulai mengambil carrier thupay untuk di bawanya selama perjalanan. Tanpa terasa sudah 35 menit kami berjalan, terlihat sebuah lapangan luas yang biasa di gunakan untuk camping ground, tanpa istirahat kami melanjutkan menuju Pos I (Pondok Gembirung 1993mdpl), terlihat Melati sudah mulai kepayahan setelah tak begitu jauh melewati lapangan tadi, Saya pun mulai mencoba meringankan beban yang dia bawa, melewati Hutan Pinus yang cukup menguras keringat.

Hutan Pinus
Tetap semangka!!

60 menit sudah kami berjalan, dan mulai terlihat sebuah shelter yang cukup besar untuk kami sejenak melepas beban, Pos I (Pondok Gembirung 1993mdpl). Waktu yang dirasa sudah cukup untuk kami istirahat, karena 10 menit telah berlalu. Mulai kembali melanjutkan perjalanan, karena target kami sampai Pos 7 dan mendirikan tenda disana. Perjalanan dari Pos I menuju Pos II membutuhkan waktu lebih-kurang 1 jam 30 menit waktu normal dengan trek yang panjang dan mulai menanjak,tapi kami sampai di Pos II sekitar 1 jam 45 menit.


Pos I (Pondok Gembirung 1993mdpl)

"Bang rolling carriel donk, gue kram." sahut Dimas setibanya kami di Pos II (Pondok Walang 2271mdpl), kakinya mulai terasa kram setelah tak lama melewati Pos I tadi. Ya, kami akhirnya tiba di Pos II yang merupakan lahan yang cukup luas yang cukup untuk menanampung sekitar 4-5 tenda. Setelah istirahat sejenak, kami melanjutkan perjalanan menuju Pos III (Pos Cemara 2497mdpl) dengan harapan ada sumber air yang masih tersisa untuk kami. Perjalanan di tempuh sekitar 45 menit dari waktu normal yang seharusnya hanya sekitar 30 menit saja.

keep smile:))

Alhamdulillah masih ada sumber air yang tersisa untuk kami walaupun hanya tetes demi tetes. Saya, Rio dan Thupay mencoba mengisi air ke dalam botol satu persatu, tapi kami hanya mengisi tak lebih dari 3 botol saja, karena jam Saya sudah menunjukan pukul 17:00. Kembali, Saya harus memijat leher belakang Melati yang merasa mual sepanjang perjalanan menuju Pos III. Tim pun kami bagi 2, karena menyadari bahwa sudah terlalu larut dan kami belum melewati Pos IV. Menurut cerita lokal setempat, daerah ini merupakan tempat paling angker dari seluruh tempat di Jalur Pendakian Gunung Slamet. Samarantu berasal dari kata ‘samar’ dan ‘hantu’ yang berarti ‘hantu yang tidak terlihat’.

Tersisa Saya, Thupay, Rio, Tri dan Dimas yang masih tertinggal di Pos III, karena kami harus mengisi persediaan air untuk kami semua. Selang 45 menit kami ber-5 tiba di Pos IV (Samaranthu 2697mdpl), kini gantian Rio yang harus rolling carrier dengan Thupay, di dalam gelapnya perjalanan kami ber-5 saat menuju Pos IV, kami sempat istirahat sejenak mendengarkan kumandang adzan Maghrib yang begitu indah di Gunung Slamet, Subhannallah. Terasa sedikit cemas dalam hati saya, menghawatirkan Sahabat kami yang berjalan lebih dulu menuju Pos V " ya Rabb, semoga mereka baik-baik saja" gumam dalam hati Saya. Dan benar, 40 menit kami berjalan dari Pos IV menuju Pos V, kami bertemu kembali dengan Sahabat kami.

Tapi ada satu masalah dari rencana yang sudah kami sepakati, yang seharusnya kami akan mendirikan tenda di Pos VII, kini harus kami urungkan karena pendakian kami kali ini bertepatan dengan sebuah pendakian massal yang harus memakan tempat untuk mendirikan tenda sepanjang jalur Pos V sampai Pos VII. Terpaksa kami harus pintar-pintar mencari lahan untuk mendirikan setidaknya 4 tenda untuk 14 orang, dan syukur masih ada lahan tersisa untuk kami bermalam di bawah indahnya Langit berbintang tepat di bawah Pos V (Samyang Rangkah 2806mdpl). 

Bermalam di bawah indahnya langit berbintang

Terjaga,ku di ujung pagi
Beranjak dari tidurku dan mulai bangunkan kita dari mimpi semalam
Terlihat cahaya yg mulai keluar dari balik awan
Dan angin yg bertiup surutkan semangat kita ke tanah tertinggi ini.

Ku raih tangan yg hampir tak mampu lagi tinggalkan jejak
Karena kita harus melangkah, hingga tak ada lagi tempat tertinggi.

Aku ingin melanjutkan kembali sisa perjalanan ini
Karena kita tak p
ernah bisa diam.
Melihat gunung-gunung tinggi,
Dan hutan-hutan rimbun Belum kita jelajahi.
Terus dan terus mencari sebuah jawaban.

Ingatlah hari ini,
Saat nanti salah satu dari kita telah pergi, Ingatlah hari ini.
Kita akan berbicara,dan terus berbicara
Tentang indahnya sebuah negeri,,,
Negeri diatas awan.

Mendakilah bersamaku
agar kau tahu sifatku,dan caraku menjagamu.


Gn. Slamet_9-12 mei 2013

11 Mei 2013
Sempat tertidur beberapa jam, terbesit sisa perjalanan yang masih harus ditempuh dan Saya melihat jam yang sedari awal tidak pernah dilepaskan, Waw,,ternyata sudah jam 5 pagi, sepertinya molor dari rencana awal untuk bangun jam 4 pagi dan melakukan Summit attack. Saya bangun dan mulai membangunkan Bang Usep yang tidur tepat di sebelah Saya, kemudian satu persatu Saya bangunkan dan sambil berteriak, "woy bangun woy, emang ini rumah lo", semua mulai bangun dan baru Saya sadari cahaya yang keluar dari balik awan ketika membuka tenda, terlihat 2 daratan yang tak kalah tingginya dari tempat kami berdiri saat ini. Sindoro-Sumbing, sungguh indahnya yang terlihat saat itu, seperti sebuah lukisan nyata Sang Pencipta. Saya pernah kesana, 5 tahun yang lalu bersama Sahabat yang kini tak sempat mengikuti langkah Saya.

Gn. Sindoro dan Gn. Sumbing

Persiapan sarapan sebelum summit attack

Setelah selesai sarapan, kami memutuskan untuk hanya membawa 3 daypack berisi air, logistik dan raincoat serta 1 bodypack berisi P3K. Tepat pukul 06:00, kami mulai berjalan dari tenda menuju Pos V yang hanya memerlukan waktu 5 menit, Ecky(Moa) dan Thupay tak lupa untuk mengisi persediaan air selama perjalanan yang ada di Pos V, dan ini menjadi Pos terakhir yang memiliki sumber air setelah Pos III dan Pos Lapangan di Gunung Slamet.


Pagi menjelang di Pos V (Samyang Rangkah 2806mdpl)

Persiapan Summit Attack 3428 Mdpl

Summit Attack!!.
Perjalanan dimulai melalui Pos V yang terlihat jelas bahwa disini pernah terjadi kebakaran hutan yang cukup hebat. Selama perjalanan, kami di suguhkan pemandangan indah yang tiada pernah kami temukan di kota, bunga edellweis pun mulai terlihat di sepanjang jalur pendakian, sayang kami tak dapat menemukan edellweis yang sudah berbunga pada perjalanan kali ini :'(.

Pos VI (Samyang Kotebon 2916mdpl) pun sudah terlihat, kami membutuhkan waktu 23 menit untuk mencapai pos ini, yang mungkin bisa untuk mendirikan 4 tenda. Tanpa istirahat, kami langsung melanjutkan perjalanan karena menurut catatan Pos VII sudah tidak begitu jauh. Jalan Saya sangat lambat, karena harus terus menyemangati Intan yang terlihat mulai berjalan pelan di karenakan Mountain sickness, dan setelah 27 menit berlalu kami tiba di Pos VII (Samyang Jampang 3050mdpl), disini terdapat Pondok yang hanya bisa kita temukan di Pos I, V dan VII.

Pos VII (samyang Jampang 3050mdpl)
Tak sempat Saya dan Intan untuk beristirahat walau hanya sejenak di Pos VII, melihat kami sudah terlalu jauh dari Sahabat yang lain, walau pun Bang Usep, Moa, Thupay, Upi, Dimas dan Apong masih berada di bawah kami. Berjalan sekitar 15 menit, kami pun tiba di Pos VIII (Samyang Kendit 3150mdpl) yang berupa lahan datar yang cukup untuk menampung sekitar 2 tenda dan persis berada tepat di jalur pendakian. Perlahan sudah mulai terdengar suara Thupay dan Moa yang akan menyusul kami, entah Saya yang berjalan terlalu lamban atau mereka yang terlalu bersemangat. 

"Bang hati-hati ya, kalo mau ke puncak mending pake sepatu aja". Sedikit nasehat dari pendaki yang tertimpa musibah, kami bertemu dengan seorang pendaki yang mengalami kecelakaan pada saat menuju puncak, kakinya bengkak, darah berceceran di seluruh celana panjang yang dia kenakan dan sepatu sebelah kirinya pun jebol karena tertimpa batu besar. Inilah resiko yang selalu menghantui kami selama ini, musibah bisa datang kapan saja, tak peduli di Gunung atau pun di rumah yang kita sebut nyaman sekalipun. Yang tak habis pikir oleh kami semua, "DIMANA RASA KEBERSAMAAN LO, TEMEN SUSAH MALAH CUEK AJA", kemana para sahabatnya??sampai dimana rasa kebersamaan mereka??.

Batas vegetasi sangat jelas terlihat di depan mata kami, satu jam lamanya kami berjalan menuju Pos IX (Plawangan) dan akhirnya sampai juga di Pos terakhir sebelum puncak Slamet. Perjalanan dari Pos IX menuju puncak dirasa akan begitu sulit, Terlihat dari kejauhan, Rio, Iwang, Mar'ah (Manyun), Anis, Thupay, Melati dan Tri pun sudah berada di jalur pasir berbatu dan terjal dengan kemiringan lebih kurang 45 derajat. Saya yang sedari Pos V sudah memback up Intan pun sempat tertegun sejenak memandangi trek yang begitu menantang, tanpa pikir panjang Saya menarik tangan Intan dan terus membawanya berjalan agar tak ketinggalan Sahabat yang lain, beberapa kali dia terlihat kepayahan dan Pusing, tapi Saya terus menariknya dan membawanya melewati Melati, Thupay dan Tri.

"Awas batu jatuh!!awass!!!awass batu!!!". Teriak dengan sangat kerasnya pendaki yang menuruni puncak, memang benar, ada sebuah bongkahan batu besar yang menggelinding dan mencoba menghentikan langkah kami, melihat Mar'ah(Manyun) berjalan terus tanpa memperdulikan teriakan membuat saya panik dan menyuruh Moa agar memback up nya dengan segera. Dan kini Giliran Saya dan Intan yang harus mencoba menghindar dari batu yang mengancam itu, dengan erat Saya pegang Bahu Intan, bermaksud mendorongnya apabila batu itu benar jatuh tepat ke arah kami. Sejenak hati Saya sempat bertanya, "ya Allah, apakah benar ini adalah waktuku??Ijinkan aku menggapai langitmu yang lain bersama para Sahabatku".

Ternyata Tuhan masih memberikan kami kesempatan dan batu yang menggelinding itupun melewati kami ke arah kanan, tapi Saya sadar bahwa di bawah kami masih ada Sahabat yang lain, dengan Sangat lantang Saya berteriak pada Thupay agar mengcover Melati dan berhati-hati, batu itu seperti menyerah seketika dan berhenti menggelinding, seolah kalah oleh teriakan kami yang tak pernah berhenti, Alhamdulillah. Dan akhirnya, setelah berjalan sekitar 55 menit terlihat sebuah plang yang bertuliskan "ANDA TELAH DI PUNCAK GUNUNG SLAMET 3428 Mdpl".

Puncak Gunung Slamet (3428mdpl)
Alhamdulillah, kami akhirnya sampai di puncak tertinggi ke 2 di Pulau Jawa pada Pukul 09:33 menit, semua lelah terasa terbayar lunas melihat indahnya pemandangan yang sangat menakjubkan, seperti berada di sebuah Negeri di atas awan. "Bang, teh Upi Bang, teh Upi nangis", Apong tiba di puncak sambil berkata bahwa Upi sudah tidak kuat. Saya masih harus turun beberapa meter untuk menjemput upi yang nangis karena kelelahan :'(.
Berpose ria :))
Para sahabat tercinta
Lelah pun terbayar lunas
Negeri di atas awan

"Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata'ala karena telah melindungi kita selama ini, Takkan pernah bisa kita sampai disini tanpa kalian semua dan kehendak yang Kuasa, karena kita hanyalah manusia yang tak pernah lepas dari kesalahan dan ego"


Ritual "Sujud Syukur" yang takkan pernah hilang


Sujud syukur tak lupa kami lakukan di puncak Slamet, di iringi doa tentang harapan dan cita-cita, semoga dikabulkan segala asa dan impian kita. Karena kita ada tempat yang lebih tinggi dari awan, kita dekat dengan Sang Pencipta.
Dengan bangga mengibarkan panji Esacapala di puncak tertinggi ke 2 Pulau Jawa

 


 Terima Kasih :
~ Allah Subhanahu Wata'ala
~ Esacapala
~ Para Sahabat : Bayu(Thupay), Rio, Iwank, Dimas, Tri, Ecky(Moa), Aponk, Bang Usep, Melati, Intan, Anis, Upi dan Mar'ah(Manyun)





















Perjalanan yang sangat mengesankan,,Terima Kasih.




Selamat datang gunung,
aku kembali.
memenuhi janji yang terucap di hati.

Setiap kita bertemu, mempertautkan rindu, menyatu bersama damaimu.
Damai adalah tetesan hujan jatuh di dahan.
Hening adalah tentram yang datang menemani mimpi.
Perjalanan ialah sunyi alam yang murni bernyanyi damai, damai di hati.

Aku selalu bangga
menjadi orang rimba!
Sayang kehidupan tak mengizinkan kita selalu bercinta.. hutanku..
tunggulah..
biar kutumpuk rindu untuk percumbuan esok
aku akan datang..
ke hijaumu, ke damaimu..

~Gispala