Minggu, 29 September 2013

Mencari Cahaya Terang di Dalam Perut Bumi


"Mereka yang bahagia bukan mereka yang memiliki segalanya, tapi mereka yang merasa seperti keluarga dalam segalanya"

~ESCA RVI.028.2006

Itulah yang selalu ada dalam pemikiran saya, bahwa kebahagiaan ataupun kesenangan bukanlah sesuatu yang dapat diukur dengan materi. Karena pada dasarnya merekalah yang merasa seperti keluarga akan selalu merasa utuh.

Inilah cerita yang selalu dinanti - nanti, saat kami mencoba menuruni perut bumi dan terjebak dalam ruang gelap tak berpenghuni. Sabtu 21 September 2013 menjadi awal petualangan kami ber-Enam menjelajahi goa atau yang biasa disebut Caving.

Goa yang menjadi destinasi kami berada di sekitar daerah Loji Karawang, Waktu yang ditempuh lumayan melelahkan dengan ditemani medan jalan yang lumayan sulit juga untuk dilalui (tergantung kendaraan juga sih :p). Sebut saja Goa Lalai, tempat yang akan kami jelajahi dan eksplorasi apa saja yang ada di dalamnya, ini yang membawa kami dari rasa penasaran kami untuk selalu belajar dan terus belajar tentang kekayaan alam Indonesia.

Persiapan sebelum berangkat

Saya, Dimas, Iwank, Rafi, Levana dan Noni adalah team yang kali ini sempat untuk mencoba belajar memahami keAgungan Allah Subhanahu wata'ala. Sepakat dengan mengendarai 3 buah roda dua, kami berangkat dari Wall Climbing EsaCapala menuju lokasi Goa dengan diiringi doa dari bu ketua Ayu Wijayanti, Mar'ah dan para sahabat :p(hahahaaahaa)

Untuk menuju lokasi, kami ditemani oleh seorang warga lokal yang kami sebut Pak Mi'un. Kaget memang ketika beliau menyebutkan bahwa terdapat sekitar 40 Goa yang berada di daerah ini (woooww), dengan berjalan kaki kami meneruskan perjalanan menuju Goa setelah motor kami titipkan di rumah Pak Mi'un.

Terik sangat matahari yang memancar mengenai tubuh kami, tapi tak membuat kami menyerah untuk melewati semak belukar dan hutan bambu yang cukup menghambat jalan kami. Saya sempat berpikir, kalau saja tempat ini ter-ekspose pasti sudah banyak event organizer dan guide yang menawarkan jasa Caving, karena hari gini mau berpetualang aja harus ada guidenya -___-

Lumut hijau yang sangat tebal menyelimuti dinding Goa

Wooww, kata pertama yang keluar dari mulut saya melihat lubang besar vertical dengan kedalaman sekitar 25 meter yang gelap dan dipenuhi lumut tebal. Saya tak yakin dengan luas di dalamnya dan membuat kami sangat penasaran untuk turun langsung ke dalam Goa. Tak sia - sia kami membawa peralatan Climbing yang sudah di packing dalam satu tas peralatan, Saya langsung membuat anchor untuk menjadi penambat yang menahan beban tubuh kami saat turun ke bawah.

Goa lalai tampak dari mulut Goa

Iwank dan kondisi Goa yang vertical

Dan Noni adalah seorang gadis pemberani yang perdana menuruni tebing Goa sedalam 25 meter, sedikit ragu tapi berjalan mulus dengan tekhnik rappeling, kini Levana yang harus menjajal turun dari tebing Goa menuju perut bumi yang gelap dan masih menjadi tanda tanya.

Noni menuruni mulut Goa dengan tekhnik rappeling

Levana In Action

Tiba giliran saya meluncur menuruni tebing yang lumayan terjal menemani Noni dan Levana yang sudah berada dibawah, setibanya di bawah saya di sambut oleh banyaknya hewan Nocturnal yang menghuni dinding - dinding Goa, seperti berada dalam aula besar yang gelap dan di penuhi kelelawar yang beterbangan.


Chiroptera atau yang lebih familiar kita sebut kelelawar, kampret, kalong dan teman - temannya menghiasi dinding Goa yang sangat gelap, sayang kami tak tahu dengan jelas jenis kelelawar yang berada di Goa lalai, tapi sepertinya adalah jenis microchiroptera yang terdiri dari 4 famili (mollosidae, hipposideridae, rhinolophidae dan vespertilionidae kalo gak salah :p)
Piss ah :)


Rafi In Rappeling

Rafi dan Dimas pun turun menuruni Goa yang membuat rasa penasaran, ukuran Goa lalai kira - kira sekitar 350 meter, lebar rata - rata 45 meter dengan mulut goa yang vertical. Iwank terpaksa harus menunggu dengan tenang bersama Pak Mi'un di atas mulut Goa :p (hahahaaahaaa) untuk standby dan berjaga - jaga, karena untuk naik nanti kami harus menggunakan cara Single Rope Tehnique yang sangat menguras tenaga.

Mencoba Memanjat dinding Goa


Saya mencoba memanjat dinding - dinding vertical Goa lalai dan bergaya macam chris sharma in action, lumayan mudah memang karena saya berhasil memanjat hampir setengah dari sisa dinding, tapi lumayan bergetar karena memanjat dengan cara free climbing tanpa menggunakan alat bantu sedikitpun dengan kondisi tebing yang berlumut tebal dan sangat licin.

Tersesak dalam ruang gelap,
Terperanjat mencari jalan keluar dari dimensi minim cahaya
Tetesan air yang semakin deras jatuh tepat di dahi kita,
Menetes di bumi kita.

Kapan kita jera akan semua ulah kita ini??
Menjelajahi hutan,
Menjejakan kaki di puncak tertinggi,
Menelusur ujung pesisir,
Hingga masuk ke perut bumi.

Sepertinya bukan hanya karena sebuah jawaban,
Atau rasa penasaran??
Tapi rasa kebersamaan, melewati hal yang tidak biasa untuk dilewati
Terbiasa bersusah untuk mengerti bahwa jawaban ini memang sangat berarti.

Jangan berhenti sampai disini!!
Karena kalian yang akan melanjutkan cerita selanjutnya dari perjalanan ini.
Mereka yang bahagia bukan mereka yang memiliki segalanya, tapi mereka yang merasa seperti keluarga dalam segalanya.

~Goa Lalai_21.09.2013


Keadaan di dalam Goa yang sangat asing memaksa kami untuk jauh lebih tahu mengenai Goa ini berikut dengan pemetaannya, sayang gerimis luruh mengharuskan kami untuk segera naik ke permukaan mulut Goa yang kami turuni. Inilah hal tersulitnya, kami harus bergantung pada satu tali dengan menggunakan cara Single Rope Tehnique yang sangat menguras tenaga.

Untung ada Iwank dan Pak Mi'un yang sedari awal memang sudah berada di permukaan mulut Goa, dan gerimis pun perlahan mulai deras jatuh di dahi kita, membuat kita selalu menengadah keatas dan terus berdoa agar kami semua dapat naik ke permukaan. Pelan tapi tapi pasti satu persatu dari kami berhasil naik dengan keringat yang mengucur menyamarkan tetesan gerimis.

pose dulu :)

Pak Mi'un, Iwank dan Dimas


Levana mencoba single rope tehnique


Saatnya kembali untuk kami, setelah semua peralatan di packing dengan rapi kami pun berjalan untuk menuju kediaman Pak Mi'un untuk beristirahat sejenak dan kembali ke tempat kami seharusnya. Tepat adzan Maghrib kami tiba di kediaman Pak Mi'un, suasana yang gelap membuat kami maklum bahwa daerah ini memang belum di aliri listrik. Keramah tamahan keluarga Pak Mi'un membuat kami tak ingin beranjak dari sini dan melanjutkan lagi petualangan kami esok hari. Tapi Levana dan Noni harus segera pulang, kembali ke rumah dan Orang tua mereka.

Noni dan kondisi Goa yang gelap


Piss lagi :)


Iwank Sang Kenek Pasir Penyelamat :p


Akan saya tunggu, perjalanan selanjutnya!! Karena kita masih akan kembali kesini, memasuki dalamnya perut bumi yang gelap dan pengap yang jauh dari kata nyaman.

KARENA BAGI KAMI NYAMAN ITU ADALAH BERSAMA SAAT BERSUSAH DIWAKTU YANG TIDAK BIASA.

Terima Kasih :

Allah Subhanahu Wata'Ala
~ Esacapala
~ Pak Mi'un sekeluarga ( terima kasih banyak)
~ Dimas, Rafi, Iwank, Levana dan Noni (love you so much guys)


2 komentar: